konsili nicea

KONSILI NICEA 325 MASEHI, FAKTA YESUS JADI TUHAN

Diposting pada

Sebagian kecil penganut agama Katolik mungkin masih meyakini bahwa Konsili Nicea tidak pernah terjadi. Namun, mereka yang memahami dan tertarik pada sejarah Kekristenan mengakui bahwa peristiwa besar itu memang pernah berlangsung dan memiliki dampak besar terhadap teologi Kristen hingga hari ini.

 Apa yang Terjadi di Konsili Nicea?

Mereka yang mempelajari historiografi Konsili Nicea dapat dengan mudah menemukan informasi terkait dalam berbagai literatur ilmiah yang membahas teologi Kristen. Kaisar Romawi, Konstantinus Agung, menginisiasi Konsili Nicea dan menggelarnya pada 20 Mei hingga 19 Juni 325 Masehi.

Menurut sumber sejarah Kekristenan, sebanyak 318 uskup dari berbagai penjuru dunia hadir dalam konsili tersebut. Pada masa itu, terdapat lima pusat utama ajaran Kristen: Antiokhia, Yerusalem, Aleksandria, Roma, dan Konstantinopel. Masing-masing kota ini mengikuti ajaran dari para rasul yang berbeda. Jemaat di Antiokhia mengikuti ajaran Petrus, di Yerusalem mengikuti ajaran Yakobus, di Aleksandria menerima ajaran Markus, di Roma tetap setia pada ajaran Petrus, dan jemaat di Konstantinopel mengikuti ajaran Andreas.

Sebelum pelaksanaan konsili Nicea, mayoritas umat Kristen masih mengikuti ajaran Paulus yang menyatakan bahwa Yesus telah diberi gelar sebagai Tuhan.

Mengapa Konsili Nicea Diadakan?

Konflik yang memecah jemaat di Aleksandria menjadi pemicu utama konsili ini. Arius, seorang pemimpin gereja, mulai mengajarkan bahwa Yesus tidak setara dengan Tuhan. Ia menyatakan bahwa hanya Sang Bapa yang kekal dan menciptakan Sang Putra. Sementara itu, kubu lawan Arius meyakini bahwa Sang Putra diperanakkan oleh Sang Bapa dan memiliki keilahian yang sama.

Kaisar Konstantinus melihat konflik teologis ini sebagai ancaman terhadap stabilitas kekaisarannya. Maka, ia mengambil langkah tegas dengan mengumpulkan para uskup dalam sebuah konsili besar. Tujuannya jelas: menyatukan ajaran demi menjaga kesatuan kekaisaran.

Hasil Konsili: Arius Disingkirkan, Kredo Disahkan

Konsili Nicea pun menghasilkan keputusan yang signifikan. Konstantinus mendukung para uskup yang mempercayai bahwa Sang Putra diperanakkan oleh Sang Bapa. Sebagai hasilnya, ia mengasingkan Arius bersama para pendukungnya yang menolak pandangan tersebut.

Setelah konsili selesai, semua peserta wajib menandatangani dokumen **Kredo Nicea**—pernyataan iman yang menyatakan bahwa Sang Putra berasal dari Sang Bapa dan memiliki keilahian yang setara.

Namun, keputusan tersebut menimbulkan pertanyaan: bagaimana mungkin perdebatan besar ini muncul sekitar tiga abad setelah kematian Yesus pada tahun 30 Masehi?

 Akar Masalah: Perbedaan Ajaran Paulus dan Yesus

Perdebatan teologis ini sebenarnya berakar dari perbedaan ajaran antara Yesus dan Paulus. Para tokoh gereja yang berkonflik tidak pernah hidup sezaman dengan Yesus dan hanya belajar Kekristenan dari lembaga-lembaga yang didirikan oleh Paulus. Menariknya, Paulus sendiri bukan murid langsung Yesus. Justru, dalam surat-suratnya (1 Timotius 1:13 dan Galatia 1:13), ia mengakui bahwa ia pernah menganiaya pengikut Yesus.

Baca Juga  MELKISEDEK DALAM TEOLOGI KRISTEN

Seorang pakar Perjanjian Baru, **Robert Price**, mendukung pandangan ini. Ia menyebut bahwa isi Perjanjian Baru yang sebagian besar berasal dari surat-surat Paulus tidak memberikan bukti kuat mengenai keberadaan historis Yesus.

Teolog Jerman **David Strauss** bahkan menyatakan bahwa banyak kisah tentang Yesus hanyalah mitos yang ditulis oleh para penulis Injil. Pandangan ini menguatkan dugaan bahwa ajaran asli Yesus telah terdistorsi oleh penulisan dan penyuntingan teks.

Codex Sinaiticus: Bukti Distorsi Naskah

Penemuan **Codex Sinaiticus**, manuskrip Alkitab tertua dari abad ke-4, memberikan bukti konkret. Sarjana Jerman **Konstantin von Tischendorf** menemukannya di Biara Santa Katarina, Mesir, pada 1859.  Bila kita membandingkan dengan alkitab modern, manuskrip ini menunjukkan banyak perbedaan.

Contohnya, Injil Markus dalam Codex Sinaiticus hanya sampai ayat 16:8, sedangkan Alkitab modern menambahkan hingga ayat 16:20. Tambahan dua belas ayat itu berisi kisah kebangkitan Yesus, yang menjadi fondasi iman Kristen. Artinya, bagian penting ini kemungkinan besar tidak berasal dari penulis aslinya.

Codex ini juga tidak mencantumkan ayat-ayat seperti Yohanes 7:53–8:11 dan Markus 15:28, yang kini ada dalam Alkitab modern. Pertanyaannya, siapa yang menambahkan bagian-bagian tersebut?

Kesimpulan: Ajaran Yesus Telah Berubah?

Perbedaan antara ajaran Yesus dan Paulus tampak jelas dalam berbagai hal. Yesus melarang makan babi (Imamat 17:12), menganjurkan ibadah pada hari Sabtu (Ulangan 5:12), dan menegaskan bahwa hanya Tuhan yang layak disembah (Yohanes 17:3; Markus 12:29). Sementara itu, Paulus justru menyatakan hal yang berbeda dalam surat-suratnya.

Jika Paulus benar-benar ingin membunuh Yesus—dan kemudian menyebarkan ajarannya sendiri atas nama Yesus—maka umat Kristen seharusnya berpikir ulang sebelum mengikuti seluruh isi ajaran Paulus.

Konon katanya, yesus telah membatalkan  Perjanjian Lama, tetapi kenyataannya perjanjian lama itu  masih terus mereka  menggunakan teks-teksnya.

 Renungan: Pakailah Akal Sehat

Baik Muslim maupun Kristen sama-sama akan menghadapi kematian dan pembalasan. Namun, jika ajaran Islam benar, umat Islam akan masuk surga karena mereka tetap mengikuti ajaran Yesus yang asli—tidak makan babi, tidak minum alkohol, dan bersujud dalam ibadah.

Oleh karena itu, marilah kita menggunakan akal sehat yang Allah berikan untuk meneliti kembali ajaran Yesus dengan jujur dan kritis. Jangan hanya menerima dogma, tetapi pelajarilah ajaran dengan hati-hati dan nalar yang sehat.

share
saya seorang penulis profesional yang senang membahas banyak hal dengan tujuan memberi manfaat bagi orang lain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *