Bagi sebagian pelaku usaha, produk organik masih dianggap belum menjanjikan secara bisnis. Padahal tanpa mereka sadari, kesadaran akan gaya hidup sehat mulai tumbuh pesat, terutama di kota-kota besar.
Di berbagai belahan dunia, meningkatnya polusi dan pencemaran lingkungan telah mendorong masyarakat untuk beralih mengonsumsi produkyang bebas kimia. Lalu, seberapa besar sebenarnya peluang bisnis produk ini secara global?
Mari kita simak data berikut ini untuk memahami potensi pasarnya.
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk Organik di Dunia
Di Indonesia, penggunaan produk yang non kimia organik memang belum sepopuler di negara-negara Eropa atau Amerika. Namun, tren global menunjukkan pertumbuhan signifikan.
Berdasarkan laporan dari **Organic Trade Association** yang berbasis di Amerika Utara, penjualan produk organik meningkat sebesar 5,9% pada tahun 2019—setara dengan \$47,9 juta. Organisasi ini bahkan memperkirakan nilai pasarnya akan terus meningkat hingga mencapai \$60 juta pada tahun 2022.
Beberapa komoditas yang paling diminati di pasar organik internasional meliputi salad kemasan, buah beri, wortel, apel, pisang, selada, dan tomat.
Hal serupa juga terjadi di Eropa. Menurut riset dari lembaga pertanian Swiss, nilai pasar produk organik di Eropa telah mencapai 15,1 miliar euro. Swiss sendiri menjadi negara dengan tingkat konsumsi tertinggi kedua di dunia. Rata-rata warganya menghabiskan 338 euro per tahun dan konsumsi ini tumbuh sekitar 20% setiap tahun.
Dari data tersebut, terlihat jelas bahwa pasar Eropa dan Amerika membuka peluang besar bagi pelaku usahanya, termasuk dari Indonesia.
Potensi Ekspor Produk Organik dari Indonesia
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengekspor produk pertanian organik ke pasar internasional. Produk buah-buahan menjadi komoditas yang sangat diminati, khususnya oleh masyarakat Swiss. Namun demikian, hanya produk yang telah tersertifikasi organik yang bisa masuk ke pasar Amerika dan Eropa.
Berdasarkan data statistik nasional, luas lahan pertanian organik di Indonesia mencapai 261.400 hektar. Sayangnya, baru 31% atau sekitar 79.800 hektar yang telah bersertifikat organik. Artinya, sertifikasi masih menjadi kendala utama bagi pengembangan produk pangan organik Indonesia.
Komoditas utama yang telah berhasil menembus pasar ekspor antara lain kopi, beras organik, dan madu. Sementara itu, komoditas seperti gula aren, kelapa, rempah-rempah, salak, kakao, dan kacang mede masih menunjukkan nilai ekspor yang rendah.
Kesimpulan: Jangan Lewatkan Peluang Ini
Melihat data yang ada, jelas bahwa peluang bisnis produk yang bebas kimia ini sangat terbuka lebar, terutama untuk pasar ekspor. Kampanye gaya hidup sehat yang semakin masif di berbagai negara menandakan bahwa permintaan terhadap produk ini akan terus meningkat.
Para pelaku usaha seharusnya tidak menyia-nyiakan momentum ini. Dengan memperbaiki sistem sertifikasi dan meningkatkan kualitas produksi, Indonesia bisa menjadi pemain penting dalam industri produk non kimia global.