Revolusi industri 4.0 belakangan ini menjadi topik hangat di komunitas pakar IT. Beberapa ahli menyampaikan pendapatnya bahwa revolusi industri 4.0 mereplikasi kerja sama robot di dunia nyata.
Apakah itu benar?
Lihatlah pebisnis modern, yang semuanya menginginkan kemudahan kerja tanpa repot menambah biaya. Alasannya, karena mengeluarkan ongkos produksi yang rendah, namun dapat meningkatkan pendapatannya.
Definisi dan konsekuensi revolusi industri 4.0
Banyak teknokrat memberikan komentarnya soal revolusi industri 4.0 ini dalam literatur ilmiah. Misalnya, sebuah artikel yang ditulis oleh Merkel, “Chancellor Angela and her World”, menggambarkan transformasi menyeluruh dari seluruh sektor produksi melalui integrasi jaringan internet ke industri tradisional.
Menurut perspektif ini, campur tangan perangkat pintar dimulai dengan pembuatan dan berakhir dengan penjualan.
Jika kita mempertimbangkan daerah sekitar kita, terutama di kota-kota, kita dapat melihat dampak kecilnya. Sejujurnya, kebanyakan orang bergantung pada smartphone untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut penelitian yang dilaksanakan Saudara Hamdan dari Universitas Serang Raya, dengan judul pengaruh revolusi industri pada kewirausahaan demi kemandirian (Jurnal Nusamba Vol. 3, 2018), terungkap fakta bahwa revolusi bidang industri telah merubah aspek sosial dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Selain itu, transportasi konvensional berbasis internet, seperti go-jek, berkontribusi sebesar 8.2 triliun pada PDB nasional.
Sejak debutnya pada tahun 2010, diperkirakan ada 2 juta pengemudi yang menggunakannya hingga 2022.
Namun, menurut penelusuran di playstore Google, setidaknya lima juta pengguna tampaknya tertarik untuk menginstal aplikasi Gojek.
Muhamad Yorga mengungkapkan fakta aneh saat mengikuti program Doktoral London School of Economic. Dari 1000 pengemudi ojol di lima lokasi—Tangerang, Bogor, Depok, Jakarta, dan Bekasi—66 persen menginginkan status pegawai kantoran.
Meskipun temuan penelitian tersebut, patut dicatat bahwa banyak ide revolusi industri telah menyebar luas di kalangan masyarakat Indonesia.
Sumber revolusi industri 4.0
Mengutip dari detik.com, istilah “revolusi industri 4.0” pertama kali digunakan selama pameran industri kota Hannover di Jerman pada tahun 2011.
Saat itulah Professor Klaus Scwab mempublikasikan istilah “revolusi industri” kepada publik. Beliau adalah warga negara negeri kelahiran Führer Hitler, yang mendirikan ekonomi dunia pada tahun 1971.
Selanjutnya, ia mendirikan sebuah yayasan yang berfokus pada entreprenuer sosial pada tahun 1998. Ancaman atau Kesempatan Tidak dapat disangkal bahwa permintaan kerja telah menurun secara signifikan sebagai akibat dari pergeseran sektor bisnis ke arah revolusi industri 4.0.
Sebab, teknologi tinggi menjadi sumber daya utama menggantikan tenaga manusia.
Terbukti, saat saya meninjau pabrik semen Conch, hanya empat orang saja yang melakukan siklus dari hulu ke hilir melalui ruang kontrol. Semua proses dipabrik robot yang melakukannya.
Peluang industri digital
Sebenarnya, industri digital memiliki peluang besar untuk mengurangi penggunaan jumlah sumber daya. Ini adalah berita yang baik, meskipun mempersiapkan perangkat pengolahan otomatis mungkin memerlukan biaya yang sangat besar.
Wirausaha muda saat ini lebih cenderung menggunakan jagat maya untuk menjual barang mereka, jika melihat bidang jual beli. Tokopedia, bukalapak, shopee, dan tanihub adalah platform e-commerce yang memiliki ribuan member yang tertarik untuk bergabung.
Karena pembelajaran tidak lagi dilakukan secara langsung, pendidikan siswa akan berdampak positif. Selama pandemi virus corona tahun 2020, pihak sekolah meminta guru menggunakan padlet, atau flipgrid, untuk mengajar siswanya.
Di sisi lain, divisi perhubungan darat tumbuh dengan sangat baik, dan software gojeknya menguntungkan. Ini mirip dengan pendanaan melalui startup fintech (kitabisa). Bahkan peternak ikan dapat menggunakan akun perdagangan e-fishery untuk memberi pakan hewan peliharaannya.
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa sektor industri digital telah memasuki semua kebutuhan manusia di Bumi. Akibatnya, muncul masalah baru seperti:
1. Pemasaran online dapat berkembang
2. Permintaan untuk pelatihan teknis untuk tenaga kerja spesialisasi tertentu meningkat
3. Provider baru menawarkan hosting daya simpan data tak terbatas
4. Penyedia layanan jaringan 5G
5. Perkembangan kecerdasan buatan (AI)
Di sisi lain, mengancam sejumlah bahaya besar, seperti
1. Mengenai masalah keamanan server database
2. Tingkat pengangguran meningkat pesat
3. Masalah stabilitas dan kecepatan sistem
Oleh karena itu, hukum harus menyiapkan solusi independen untuk mengatasi dampak negatif revolusi industri.
Perencanaan mengantisipasi revolusi industri
Angin perubahan revolusi industri 4.0 sangat kuat, dan Anda perlu memiliki modal yang cukup untuk menghadapinya.
Jika Anda seorang pekerja yang unik, saya sarankan Anda mendapatkan keunggulan khusus sebagai langkah antisipasi untuk menggantikan operasi mesin yang rumit. Keterampilan negosiasi, presentasi di depan umum, kreativitas dalam memecahkan masalah, dll.
Di sini, penting bagi kita untuk meningkatkan kemampuan soft skill agar posisinya dapat bersaing dengan produk revolusi industri.
Tidak seperti seorang pebisnis, seorang pebisnis harus memperbarui pengetahuan tentang cara menggunakan fitur penjualan, seperti menggunakan layanan iklan.